Assalamualaikum wr.wb
Gimana Puasanya sahabat? Semoga saja baik dan mendapat berkah…
Gimana Puasanya sahabat? Semoga saja baik dan mendapat berkah…
Seringkah kalian mendengar percakapan dibawah?
A & B
A : Eh, ketelen liur ni… mana lagi puasa lagi batal gak ya???
A : Tanya si B aja ah… (Nyamperin si B) Eh,B kalo nelen liur pas puasa batal ga?
B : Batal lah….Eh,gak deng…eh,ah gak tau aku A…..
A : Eh, ketelen liur ni… mana lagi puasa lagi batal gak ya???
A : Tanya si B aja ah… (Nyamperin si B) Eh,B kalo nelen liur pas puasa batal ga?
B : Batal lah….Eh,gak deng…eh,ah gak tau aku A…..
Pastinya pernah kan melakukan percakapan semacam ini…
Atau bertanya pada diri sendiri “Batal gak ya kalo nelen liur??”
Atau bertanya pada diri sendiri “Batal gak ya kalo nelen liur??”
Dan gimana juga hukumnya jika menelan liur saat sholat???
Sekarang kita simak Ulasan berikut…
Sekarang kita simak Ulasan berikut…
Diantara aktivitas yang dilakukan kita ketika
berpuasa tidak akan lepas dari menelan ludah dan mengeluarkan dahak. Berikut
akan dikupas masalah ini berdasarkan dari beberapa keterangan hadis dan para ulama yang disadur dari karya :
Abu Abdillah Gharib bin Abdillah al-Atsari, yang disebarkan melalui forum Multaqa
al-Haditsdan dari tanya jawab islam di situs islamqa.com, dibawah
bimbingan Syaikh Muhammad Sholeh Al-Muhajid;
Dalam bahasa arab,
ada banyak kata untuk menyebut kata “dahak” itu : nukha’ah,
nukhamah, mukhath, balgham, atau nughafah. Ibn Hajar
mengatakan: “Tidak ada beda dalam makna, antara nukhamah dan mukhath. Karena
itu, salah satu diantara keduanya sering digunakan untuk dalil bagi yang lain.”
(Fathul Bari,
1:510)
Dahak dan ludah
memiliki hukum yang sama. Ibn Hajar mengatakan: “Imam Bukhari berpendapat bahwa
hukum dahak dan ludah adalah sama, karena Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah
melihat dahak yang menempel di masjid, kemudian beliau bersabda: ‘Janganlah kalian meludahkan…’. Ini menunjukkan bahwa hukum kedua
cairan tersebut adalah sama. Allahu a’lam” (Fathul Bari, 1:511)
Hukum Dahak
Kesimpulan dari
banyak dalil bahwa dahak, ludah dan apapun jenis lainnya adalah cairan yang
suci dan tidak najis. Disebutkan dalam riwayat Bukhari, dari Anas bin Malik radliallahu
‘anhu bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam pernah
melihat dahak yang menempel di tembok masjid. Kemudian beliau kerik dengan
tangannya, kemudian bersabda: “Ketika
kalian sedang melaksanakan shalat, sesungguhnya dia sedang bermunajat dengan
Rabnya (Allah). Karena itu janganlah dia meludah ke arah kiblat, namun
meludahlah ke arah kirinya atau ke arah bawah sandalnya. Kemudian dia ambil
ujung pakaiannya dan dia ludahkan di pakaiannya.”
Isi dari hadis ini
menjadi dalil bahwa orang yang shalat dibolehkan untuk meludah di tengah-tengah
shalat. Dan kegiatan ini tidaklah membatalkan shalatnya. Dalam hadis ini juga
terdapat dalil bahwa ludah, demikian pula dahak adalah cairan suci. Tidak
sebagaimana pendapat sebagian orang yang mengatakan bahwa segala sesuatu yang
menjijikkan maka hukumnya haram. Allahu a’lam. (Aunul Ma’bud, 2: 98 – 99)
Syaikh Sholeh
al-Fauzan pernah ditanya: Apa hukum ludah yang keluar dari seseorang ketika
tidur? Apakah cairan ini keluar dari mulut ataukah dari lambung?
Beliau menjawab:
Air liur yang keluar
dari seseorang ketika sedang tidur bukanlah cairan najis. Karena hukum asal:
segala sesuatu yang keluar dari tubuh manusia adalah suci, kecuali ada dalil
yang menjelaskan bahwa itu najis. Ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam : “Sesungguhnya
orang mukmin itu tidak najis.” (HR.
Bukhari dalam shahihnya, dari sahabat Abu Hurairah). Karena itu, air liur, keringat, air mata, dan cairan yang keluar dari
hidung, semua ini adalah benda suci. Karena inilah hukum asal. Sedangkan air
kencing, kotoran, dan semua yang keluar dari dua lubang, depan dan belakang
adalah najis. Air liur yang keluar dari seseorang ketika tidur, termasuk
benda-benda yang suci. Demikian pula dahak dan semacamnya. Oleh karena itu,
tidak wajib bagi seseorang untuk mencucinya dan mencuci bagian pakaian dan
karpet yang terkena liur atau dahak. (al-Muntaqa
min Fatawa al-Fauzan, Volume 5 no. 8)
Apakah menelan dahak
membatalkan puasa?
Ulama berselisih
pendapat tentang hukum menelan dahak ketika puasa, apakah termasuk membatalkan
atau tidak?
Ibn Qudamah
menyebutkan satu pembahasan khusus di al-Mughni. Beliau mengatakan:
Sub-bab: jika ada
orang puasa yang menelan dahak, dalam hal ini ada dua pendapat dari Imam Ahmad: pertama,
puasanya batal. Hambal pernah
mengatakan: Saya mendengar Imam Ahmad mengatakan: Jika ada orang mengeluarkan
dahak, kemudian dia telan lagi maka puasanya batal. Karena dahak berasal kepala
(pangkal hidung). Sementara ludah berasal dari mulut. Jika ada orang yang
mengeluarkan dahak dari perutnya (pangkal tenggorokannya) kemudian menelannya
kembali maka puasanya batal. Hal ini juga merupakan pendapat Imam Syafi’i.
Karena orang tersebut masih memungkinkan untuk menghindarinya, sebagaimana
ketika ada darah yang keluar atau karena dahak ini tidak keluar dari mulut,
sehingga mirip dengan muntah.
Kedua, pendapat kedua Imam Ahmad yaitu, menelan
dahak tidaklah membatalkan puasa. Beliau mengatakan dalam riwayat dari
al-Marudzi: “Kamu tidak wajib qadha, ketika menelan dahak pada saat berpuasa,
karena itu satu hal yang biasa berada di mulut, bukan yang masuk dari luar,
sebagaimana ludah.” (al-Mughni,
3:36)
Syaikh Muhammad bin
Shaleh al-Utsaimin ketika ditanya tentang hukum menelan dahak bagi orang yang
puasa, beliau menjelaskan:
Menelan
dadak, jika belum sampai ke mulut maka tidak
membatalkan puasa. Ulama madzhab kembali sepakat dalam hal ini. Namun jika
sudah sampai ke mulut, kemudian dia telan, dalam hal ini ada dua pendapat
ulama. Ada yang mengatakan: Itu
membatalkan puasa, karena disamakan dengan makan dan minum. Ada juga yang
mengatakan: Tidak membatalkan puasa, karena sama dengan ludah. Karena ludah
tidak membatalkan puasa. Bahkan andaikan ada orang yang mengumpulkan ludahnya
kemudian dia telan maka puasanya tidak batal.
Sikap yang tepat,
ketika terjadi perselisihan ulama,ialah kembali kepada al-Quran dan sunnah.
Jika kita ragu dalam suatu hal, apakah termasuk pembatal ibadah ataukah tidak,
hukum asalnya adalah tidak membatalkan ibadah. Berdasarkan hal ini, menelan dahak tidak membatalkan puasa. Akan tetapi, yang lebih penting, hendaknya
seseorang tidak menelan dahak dan tidak berusaha mengeluarkannya dari mulutnya
ketika berada di tenggorokan. Namun
jika sudah sampai mulut, hendaknya dia membuangnya. Baik ketika sedang puasa
atau tidak lagi puasa. Adapun, keterangan ini bisa membatalkan puasa, maka
keterangan ini butuh dalil. Sehingga bisa menjadi pegangan seseorang di hadapan
Allah bahwa ini termasuk pembatal puasa. (Majmu’
Fatawa Ibn Utsaimin, Volume 17, no. 723)
Sayyid Sabiq ketika
membahas tentang hal-hal yang dibolehkan ketika puasa, beliau mengatakan: “Demikian pula, dibolehkan untuk menelan
benda-benda yang tidak mungkin bisa dihindari. Seperti menelan ludah, debu-debu
jalanan, taburan tepung, atau dedak…” (Fiqh Sunnah, 1:342)
Sebagaimana yang kita
pahami, keluarnya dahak, ludah dan semacamnya, adalah satu hal yang wajar bagi
manusia. Karena ini merupakan bagian metabolisme dalam tubuhnya. Karena kita
yakin bawa hal ini juga dialami banyak sahabat di masa Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam.
Andaikan menelan ludah atau dahak bisa membatalkan puasa, tentu akan ada
riwayat, baik hadis maupun perkataan sahabat yang akan menjelaskannya. Karena
Allah tidak lupa ketika menurunkan syariatnya, sehingga tidak ada satupun yang
ketinggalan untuk dijelaskan. Lebih-lebih, ketika hal itu berkaitan dengan
masalah ibadah yang lainnya. Demikian, kesimpulan yang lebih kuat dalam masalah
ini.Allahu a’lam
Menelan ludah ketika
shalat
Syaikh Muhammad bin
Shaleh al-Utsaimin ditanya apakah menelan dahak bisa membatalkan puasa dan
membatalkan shalat?
Beliau menjelaskan:
Pertama,
para ulama tidaklah sepakat dalam hal ini. Bahkan pendapat Imam Ahmad dalam hal
ini ada dua riwayat, apakah membatalkan ataukah tidak.
Kedua, yang dimaksud
menelan dahak yang bisa membatalkan puasa adalah dahak yang sampai di mulut.
Adapun dahak yang masih di tenggorokan, kemudia masuk ke dada maka ini tidak
membatalkan puasa. Saya tidak membayangkan ada orang yang menelan dahaknya
ketika sudah sampai di mulutnya. Karena benda ini menjijikkan. Hanya saja,
apapun itu, para kebanyakan ulama madzhab hambali berpendapat bahwa jika dahak
sudah sampai di mulut kemudian di telan maka puasanya batal.
Diqiyaskan
dengan keterangan di atas, jika menelan dahak ini terjadi di dalam shalat maka
shalatnya batal.
Namun belum pernah aku jumpai bahwa mereka (ulama madzhab hambali) menjelaskan
tentang masalah menelan dahak ketika shalat. Disamping, pendapat yang
menyatakan bahwa menelan dahak yang sudah sampai mulut bisa membatalkan puasa
adalah pendapat yang perlu dikritisi. Karena menelan dahak tidak bisa disebut
makan atau minum, dan dahak itu tidak masuk ke perutnya, tapi memang sejak awal
sudah berada di dalam perutnya. Meskipun mulut dianggap bagian luar perut dan
bukan bagian dalam. (Liqa
al-Bab al-Maftuh, vol. 17, no. 116)
Syaikh Shaleh Munajid
memberikan kesimpulan:
Mengingat
dahak tidaklah najis, bukan termasuk makanan maupun minuman, dan juga tidak
bisa dianalogikan dengan makan maupun minum, maka jika orang yang shalat
menelan dahaknya, shalatnya sah. Lebih-lebih jika dia terpaksa harus menelannya
dan tidak mungkin meludahkannya.
Itulah ulasan dari beberapa ulama tentang “Menelan liur
dan dahak”
Semoga bermanfaat bagi sahabat….
Sampai sini saja saya dapat menemani kalian dalam artikel ini
Sampai jumpa,.. Wasallamualaikum wr.wb
Semoga bermanfaat bagi sahabat….
Sampai sini saja saya dapat menemani kalian dalam artikel ini
Sampai jumpa,.. Wasallamualaikum wr.wb
No comments:
Post a Comment